Edisi 06, 24 Februari 2020
Dalam kehidupan sehari-hari, ada tujuan yang ingin dicapai dan masalah/hambatan yang perlu diatasi. Hal ini bisa terkait dengan satu individu, ataupun kelompok, seperti keluarga ataupun sekedar perkumpulan teman yang mempunyai tujuan bersama.
Dalam lingkup anggota yang lebih kecil, tujuan lebih mudah disepakati, permasalahan bisa didiskusikan dan keputusan bisa diambil bersama sehingga mengoptimalkan aspirasi dan keahlian yang ada. Namun, ketika pihak yang terlibat lebih besar dan interaksi yang ada melibatkan pihak lain secara formal, maka organisasi perlu dibentuk untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan.
Strukur organisasi formal yang kita kenal saat ini dengan adanya posisi, fungsi, deskripsi jabatan, target, otoritas dan tanggung jawab, baru ada pada sekitar 100-an tahun terakhir. Dengan format seperti itu, organisasi dikelola dengan mendistribusikan tugas, tanggung jawab kepada ahli yang memegang setiap posisi di dalam organisasi. Ini tentu sudah sama-sama kita pahami. Tetapi pada kenyataannya, proses ideal organisasi itu kemudian tidak dijalankan.
Kompleksitas muncul ketika kita memasukan berbagai kepentingan stake holder yang menekan organisasi dari berbagai penjuru. Setiap Pemegang Kepentingan: pendiri, pemegang saham, direksi, karyawan, pemerintah, dan sebagainya mempunyai kepentingan yang berbeda. Kepentingan ini yang perlu diintegrasikan dalam organisasi. Yang perlu diingat juga tentunya, Organisasi itu sendiri memiliki kepentingan yang bisa berbeda dengan yang lain.
Kepentingan pemilik tidak sama dengan kepentingan organisasi. Pemilik pada suatu saat bisa condong pada suatu investasi di luar organisasi, sehingga dia mengambil banyak uang dari arus kas organisasi yang bisa menghambat operasional organisasi.
Kepentingan pimpinan bisa berbeda dengan kepentingan organisasi. Direksi bisa memberikan kompensasi, fasilitas yang begitu tinggi pada dirinya yang akhirnya merugikan organisasi.
Kepentingan karyawan tidak sama dengan kepentingan organisasi. Karyawan bisa demo menuntut kenaikan kompensasi ataupun fasilitas ataupun perubahan kebijakan tanpa perduli bahwa tuntutan itu bisa mengancam keuntungan organisasi.
Kepentingan pelangganpun tidak sama dengan organisasi, karena pelanggan hanya melihat pada value produk yang dihasilkan, yang berupa kualitas dibanding harga, tidak terlalu perduli dengan keberlangsungan organisasi.
Dengan demikian setiap pemegang kepentingan perlu paham bahwa organisasi mempunyai kepentingannya sendiri. Karena itu salah satu cara untuk memastikan tercapainya kepentingan tersebut adalah bila etika profesional dijunjung tinggi, sehingga korupsi bisa diminimalkan, subyektivitas dalam pengambilan kebijkan bisa dikurangi, politik kantor bisa dihindarkan dan setiap pihak bisa mendiskusikan cara untuk menyeimbangkan kepentingan dia dan kelompoknya dengan kepentingan organisasi…
(bersambung….)